Kamis, 17 Januari 2013

THE 48 HOURS part I (Aku-Aan dan Si Alat Penggali)

Cerita ini merupakan bagian cerita dari Pra-FGA, yang juga merupakan salah satu dari 5 tugas Pre-praktikum FGA.

Tugas Pre-Praktikum FGA itu ada 5, yakni :
1. Menganalisa Data Seismik Kertas
2. Menganalisa Data Seismik Digital
3. Mengamati Model Letusan Gunung Api
4. Membuat maket Gunung api
5. The 48 Hours- maksudnya mengukur Suhu selamat 48 jam setiap 5 menit sekali

Kelompok 7
Kelima tugas tersebut dikerjakan secara berkelompok. Dan beruntungnya saya, saya mendapat kelompok yang mau diajak kerja sama. Setiap anggota ikut membantu setiap tugas yang ada.

Sebelum dilanjutkan, aku mau perkenalkan dulu kelompokku. Kelompokku beranggotakan, Aku, Fatah, Sakti, Magon, Kiki, Pipit, dan Aan. Kebeteulan aku sebagai ketua dari kelompok ini. Kami ber-7 tergabung dalam kelompok 7. Tampaknya 7 angka yang penting buat ku (?sering banget masuk ke kelompok 7)


Langsung ke cerita aja..
Setelah kelompok membagi jatah seismik kertas, mengerjakan Data seismik Digital, dan melakukan pengamatan model letusan. Tersisa 2 tugas yang belum selesai, apalagi kalau bukan maket gunung api, dan The 48 Hours.

Kami mulai menyusun rencana, dengan alat sensor suhu cuma ada 5 buah, dan alat penggalinya cuma 1, sementara jumlah kelompok ada 10. Awalnya sih, kami berencana melakukan praktikum hari jumat (18-1-2013) sampai minggu.(20-1-2013) di kontakannya Sakti. 
Tapi karena alatnya sudah dipakai semua kami pun memutuskan memakai alat yang dipakai kelompok Angga, dengan rencana awal pengukuran tetap dimulai Jumat.

Kamis pun tiba, kelompok Angga kok udah ikutan kuliah?? Ternyata, pengukuran suhu kelompok mereka udah selesai. Bah kilat yang menyambar, ide untuk melakukan praktikum hari Kamis muncul.

Menggali dengan alat penggali di tangan Magon
Langsung konirmasi ke Angga, terus tanya anggota kelompok lainnya. Gayung bersambut, semuanya jawaban mendukung untuk diadakan pengukuran hari Kamis (hari ini).
Ternyata semuanya tidak semulus yang difikirkan, sudah dengan baik kami membagi kelompok kedalam 3 tugas, yakni pipit-fatah --> beli perlengkapan untuk membuat maket, magon-aan --> mengambil alat penggali di Sandi, dan Aku-Sakti --> mengambil sensor suhu di Angga.
Semuanya seharusnya berjalan mulus apabila tugas Aan-Magon tidak failed, bukan kesalahan mereka sih, memang si satu-satunya alat penggali memang jadi primadona hari ini sampai-sampai diperebutkan beberapa kelompok. Syukurlah si alat penggali tidak berhasil diambil, karena hal ini ada cerita menarik berikutnya antara aku-aan dan alat penggali. 



**Alat penggali yang awalnya di kelompok Sandi, ternyata sedang dipakai kelompok Wahidin pada saat Magon-Aan hendak meminjamnya. Tapi karena pada saat itu, sudah jam 2an sementara Aan tahu kelompok Tikacu akan memgukur suhunya pukul 3 (rencana awalnya), Aan-Magon merelakan untuk kedapatan antrian terakhir dari si Alat Penggali.
Pukul 4 belum ada kabar dari alat penggali sementara kelompok kami memulai pembuatan maket. Hasil kabar sms yang didapat ternyat, kelompok tikacu baru akan mengambil si alat pengambil. Jreng-jreng, kelompok kami kaget bukan kepalang (lebay). Dan mencoba bersabar, serta melanjutkan membuat si Maket Gunung Api.
Kurang lebih jam setengah enam, Aku dan aan berinisiatif mengambil si Alat Penggali ke tempat Tikacu, dengan harapan selesai belum selesai si Alat ditungu sampai selesai. 
Aan-aku pun langsung memulai perjalanan sekaligus petualangan kami. 
Bung Aan
Perjalanan tanpa hambatan dan santai kami lalui sampai Jakal KM 10, tapi hal tersebut berhenti saat memasuki KM berikutnya, "Aku lupa-lupa ingat e ndre jalan ke tempat tikacu" celetuk Aan. Dueengg!! "ciyus an? aku ndak pernah ke tempat tikacu lho an" jawabku. "Seingetku sih ada lampu merah trus belok kiri" kata Aan. "D i depan situ ada lampu lalu lintas an tapi kuning doank kagak ada merahnya" jawabku. Kami pun bingung bersama. 
"Coba tanya fatah deh" kata aan."Ok,, aku tanyaa rangga juga yak" jawabku. SMS pun ku kirim ke kedua orang tersebut, tapi apa daya tak ada balasan yang kutereima.
Smapi akhirnya kami kembali dari kam 13 (tempat si lampu lalu lintas - kuning doank), ke KM 10 - klo gk salah). Disana juga ditemukan lampu lalu lintas, kali ini lengkap warnanya. Streess gak ada balesan dari kedua oknum di atas, aku coba telpon pipit. 
"Pit, belokan yg ada lampu merah ntu dari Jakal KM berapa ke rumah tikacu?" tanya ku " gak tau e ndre km berapa, tapi yang jelas ada indomaretnya" jawab pipit seolah memberi secercah kebenaran.
Informasi tersebut langsung ku sampaikan ke sodara aan, "berarti yang tadi ndre, di seberangnya ada indomaret tadi" kata bung aan dengan mantab. Dan kami putuskan kembali ke KM 13 tadi.

Sensor Suhu
      Kami telusuri jalannya, sampai menemukan pertigaan dan bertanya ke seorang ibu-ibu tua dan seorang bapak (anaknya si ibu), "Bu kalo mau ke selomartani lewat mana ya?" tanya aan (*kalimat sudah diterjemahkan dari bahasa jawa kromo halus ke Indonesia gaul). "Wah kalau selomartani jauh dek, kamu mesti keluar lagi ke jakal turs kira" 3 km kamu balik" jawab si bapak. DHUARRR.. masa kerjaan kita bolak balik doank, kita udah sejam lho tanpa arah dan tujuan. Dengan patah arang kita balik, belum jauh dari lokasi bertanya pertama, "bukannya rumah tikacu wedomartani an?" tanyaku ke aan telat. "oia ndre, aku lupa" jawab aan. Langusng kami menjadi orang untuk dijadikan target bertanya kedua, ada 2 ibu-ibu sedang bergosip ria. "Bu kalau ke wedomartani lewat mana" tanya aan (*teks juga sudah diterjemahkan), lalu si ibu meberikan penjelasan yang sangat ribet. gak tau si aan ngerti ato enggak kita lanjutkan petualangan kita hari ini.
Sudah sangat jauh dari lokasi bertanya kedua, kami menemukan rumah sakit (lupa namanya), dan merasa kami sudah benar, kami lanjutkan petualangan samapi satu titik kami hilang arah. Akhirnya setelah Ask Th Audience, kami coba Call a Friend. Kami cuba hubungi Tikacu. "Tikacu, rumah mu dari rumah sakit *ini* sebelah mana?" tanyaku. "Hah, rumah sakit mana tuh bang?" jawab Tikacu. Gubraakk.. selanjutnya kubiarkan aan berdialog dengan Tikacu, sementara aku menggores-gores tanah di pojokan. 
Dialog mereka selesai, kami balik arah, hingga tiba di dekat rumah sakit *ini* tersebut. Di dekatnya terdapat warung, karena aan sudah streess, kali ini aku yang bertanya tanpa perlu jasa translator. "Pak, wedomartani sebelah mana, desa ** (** nama desa rumah Tikacu). Si bapak pun menjelaskan dengan mantab. Tetapi kami tetap aja gak nangkap. haha..
Kami coba telusuri petnjuk si bapak. Petualangan masih berlanjut, kami kembali bailk arah dan kini melewati tempat kami memakai pilihan Cal a Friend tadi, jauh terus ke depan, hingga bertemu seorang bapak di warung kopi. Kami putuskan bapak inilah yang cocok menjadi target bertanya berikunya. Si bapak menjawab dengan mantab, seakan-akan si wedomartani sudah dekat. Kami telusuri jalan yang ditunjukkan si bapak. 
alat penggali di samping aan, Sensor suhu ditangan Aan
       Hingga kami berhenti di depan sebuah rumah dengan 2 orang bapak-bapak sedang mengobrol di depannya. "Ini sudah wedomartani dek" jawab si bapak sambil melanjutkan memberi petunjukan ke desa tempat Tikacu tinggal. 
        Kami lanjutkan petualangan berharap ini akan segera berakhir, ternyata kami sedikit nyasar, salah masuk gang, lau ada bapak sedang berjalan, kini giliran aan lagi yang bertanya, tetapi untuk pertama kalinya jawab "tidak tahu" keluar dari narasumber kami.
Kami putuskan keluar dari gang tersebut, di tengah perjalanan bertemu dengan lagi-lagi bapak, dan memberi pencerahan kalau kami sudah dekat.
         Kembali hendak mengambil pilihal Call a friend, tetapi ternyata aan melihat tulisan Salon dan Warung makan milik orang tua Tikacu, dan terlihat beberapa anak-anak GF09 sedang bergosip-ria, melegakan hati kami.
Sepertinya mereka tau kami baru saja berpetualang untuk mencapai rumah Tikacu, alat kami kami ambil, dan kami pulang lewat jalan yang lebih baik dari sebelumnya.
Lubang Galian hasil alat galian (2 meter)

Ternyata kami keluar dari jalur dimana terdapat lampur lalu lintas yang warnanya lengkap aku aku ceritakan tadi, saat menelpon pipit. Dan ternyata di dekat lampu merah tersebut juga terdapat Indomaret, Dueenggg..
Harusnya tadi kami lurus melanjutkan perjalanan saat menelpon pipit,, bukan malah kembali ke jakal atas. huuaa..

Tapi tak apa, petualangan  2,5 jam ini gokil.. dan gak terlupakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar